My opinion about Corona virus
Desclaimer; you might dissagree with my opinion, so.
Ga kerasa ya, udah
bulan Agustus aja. Selama 8 bulan ini dari awal tahun semua orang hampir di
seluruh dunia ngefreeze. Stuck. Semua
sektor harus berhenti sejenak dan terpaksa melakukan aktivitasnya dari rumah.
Termasuk saya sebagai seorang pelajar.
Bulan Maret merupakan bulan terberat buat saya. Saya mendadak harus balik ke Kalimantan karna kampus tempat saya menuntut ilmu harus di shutdown. Dan siapa sangka saya bakalan stuck di Kalimantan selama 3 bulan karna semua orang #dirumahaja. Ramenya berita COVID merupakan mimpi buruk buat saya. Slalu aware kemana-mana. Berjemur setiap pagi, pakai masker, cuci tangan yang berlebihan, dan tentunya stuck di rumah. Bener-bener mengganggu mental dan fisik.
Belum lagi orang-orang di rumah yang tiba-tiba panic buying. Tiap minggu groceries slalu berlebihan. I have no problem at first. Tapi karna di rumah saja sukses membuat tidak produktif karna kurang bergerak. It was really stressful. Apalagi melihat berita yang bertebaran. Sampai tepat sebulan di rumah, saya memutuskan untuk berhenti mengikuti berita tentang virus ini. Karna menurut saya hanya membuat mental saya semakin down.
Saya mulai menjalankan kebiasaan saya seperti biasa, tapi tetap menjalankan protokol yang dianjurkan pemerintah. Jujur, saya sedikit muak dengan berita virus yang terjadi akhir-akhir ini. Bukan berarti saya percaya konspirasi, saya percaya jika virus ini nyata adanya. Mungkin sedikit berat untuk mengetahui, saya belajar untuk lebih selektif dan tidak terlalu banyak termakan media. Belum lagi maraknya berita hoax di media. Selama quarantine saya jadi produktif membaca buku-buku ringan.
Pendapat saya tentang covid ini, virus ini mungkin membunuh kita. Tapi saya percaya kita tidak perlu khawatir yang berlebih dengan apa yang terjadi. Logikanya, secara statistik di Indonesia nyatanya banyak orang yang meninggal dari flu, cancer, bahkan pernyakit lainnya. Saya ingat pada saat awal covid, paman saya meninggal karna cancer tapi harus dimakamkan secara covid. Saya juga bertanya dengan beberapa teman saya "apakah ada orang terdekatmu yang ternyata positif covid?" Jawaban mereka kebanyakan "tidak ada". Kecuali berita yang mereka dengar di media.
Dan juga, kalau boleh jujur, saya kurang mempercayakan keakuratan rapid test. Sampai suatu ketika saya berdiskusi dengan teman saya, kita berdiskusi tentang President Tanzania yang meragukan rapid test. It was interesting topic. Jadi, negara bagian di Afrika ini mendapatkan bantuan rapid kid. Presidentnya punya ide untuk melakukan beberapa sample di buah-buahan dan hewan. Dan gimana hasilnya? Semua positif. Here, I provide the link if you're interest to read. https://www.reuters.com/article/us-health-coronavirus-tanzania/tanzania-suspends-laboratory-head-after-president-questions-coronavirus-tests-idUSKBN22G295
Well, mungkin terdengar saya sedikit menggiring opini. Karna jujur berita ini cukup sensitif. Mengingat menurut data di media cukup banyak yang meninggal, dan kebanyakan yang meninggal sebenarnya sudah mempunyai riwayat penyakit. Atau seperti paman saya yang disuspect covid padahal faktanya meninggal karna penyakit lain.
Jadi semua kembali ke kita, dari perspektif mana kita melihat situasi ini. And I do believe that there’s business and political interest behind this virus. Sekian, and stay safe everyone!
Komentar
Posting Komentar